...

22 Oktober 2020

Berbagi Pengalaman Soal Pengelolaan Dana Konservasi

Awal November 2013 baru lalu, KEHATI yang merupakan adminsitrator TFCA-Sumatera dan TFCA-Kalimantan berpartisipasi dalam even tahuan RedLAC yang diselenggarakan secretariat RedlAC dan Forever Costa Rica.

Oleh M. Jeri Imansyah, Conservation Specialist, TFCA-Sumatera, KEHATI

RedLAC  merupakan kependekan dari Latin American and Carribean Network of Environmental Funds yaitu suatu jaringan kerja diantara lembaga pengelola dana konservasi di Amerika Latin. Even ini  ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu Lokakarya Penggalangan Sumber Daya bagi Lembaga Pengelola Dana Lingkungan (Environmental Funds/EF) pada tanggal 1-3 November 2013,  Pertemuan tahunan TFCA pada tanggal 4 November, dan pertemuan tahunan RedLAC ke 15 yang berlangsung pada tanggal 4-7 November 2013.

Lokakarya diikuti oleh 34 orang peserta dari berbagai negara Amerika Latin yang merupakan anggota RedLAC (24 orang) , Afrika yang merupakan anggota CAFÉ (the Consortium of African Funds for the Environment, 4 orang) dan Asia (1 orang), dan 6 orang fasilitator dan narasumber dari Amerika Serikat, Brazil dan Prancis.  Sedangkan dalam pertemuan tahunan TFCA, tercatat 25 orang hadir dari Afrika (3 lembaga), Amerika Latin (17 lembaga), dan Asia (2 lembaga, Indonesia dan FIliphina), dan 3 orang dari perwakilan USAID dan pemerintah  Amerika Serikat. Sementara pertemuan tahunan RedlAC sendiri diikuti oleh lebih dari 200 orang dari berbagai negara anggota RedLAC, CAFÉ, pengelola dana TFCA/EAI, lembaga multi nasional dan internasional, serta perwakilan  dari lembaga donor dan NGO internasional

Dari pertemuan tersebut terdapat beberapa hal yang dapat menjadi pelajaran bagi pengelolaan konservasi di Indonesia, baik bagi KEHATI maupun bagi organisasi pengelola dana lain. Beberapa hal yang dibahas antara lain:

1. Keragaman sumber daya. Lembaga pengelola dana tidak bisa bergantung terhadap satu sumber saja. Ada berbagai mekanisme yang dapat dijadikan sumber daya pendanaan, misalnya:Endowment fund, bilateral agreement, multilateral agreement, debt swap, Corporate Social Responsibility, individual giving, Carbon Financing (REDD+), payment for environmental services, business biodiversity offset, social responsible investment, impact investment, climate bond, park bond, dll.

2. Tata kelola pengelolaan sumber daya. Dalam pengelolaan sumber daya, pengelola dana dituntut untuk menunjukkan kapabilitasnya dalam mengelola dana, mulai dari penggalangan dana, pendistribusian, hingga bagaimana pengembangannya (investasi, bisnis, dll). Transparansi merupakan suatu hal yang mutlak. Audit tahunan yang dilakukan merupakan salah satu metode dalam menunjukkan transparansi tersebut.

Tetapi tata kelola yang baik dari hulu ke hilir dalam proses pengadministrasian hibah merupakan tantangan lain yang harus dihadapi lembaga pengelola dana. Berbeda dengan audit yang lebih fokus pada pengelolaan keuangan, pengelolaan/pengadministrasian hibah perlu metode lain yang dapat menjadi acuan bahwa proses tersebut dijalankan secara baik. Implementasi ISO 9001:2008 yang diterapkan KEHATI telah memberikan inspirasi bagi beberapa lembaga pengelola dana di Amerika Latin dan Afrika. Di antara anggota RedLAC dan CAFÉ, hanya 1 lembaga pengelola dana yang pernah menerapkan sertifikasi ISO 9001:2008 seperti halnya KEHATI, yaitu FMCN, Mexico. Inisiasi KEHATI ini menjadi suatu model terbaru dalam membangun tata kelola lembaga dana yang baik.

3. Keberlanjutan proyek konservasi di tingkat lokal. Dalam berbagai diskusi tentang keberlanjutan, seringkali yang dibahas adalah bagaimana lembaga pengelola dana dapat mengembangkan sumber dayanya sehingga lembaga tersebut dapat melakukan lebih banyak aktivitas (dalam mekanisme pemberian hibah atau fasilitasi). Namun seringkali lupa bagaimana membangun keberlanjutan di tingkat lokal, baik untuk LSM (mitra) ataupun komunitas yang menjadi binaan. Dari diskusi yang dicetuskan oleh KEHATI tentang “exit strategy” terdapat beberapa hal yang diperlukan untuk menjamin keberlanjutan proyek oleh mitra atau komunitas dampingan.
1) Kebijakan di tingkat lokal yang mendukung. Untuk hal ini lembaga pengelola dana perlu berinvestasi dalam mengupayakan terwujudnya kebijakan di tingkat lokal/regional bagi keberlanjutan proyek?
2) Peningkatan kapasitas mitra dalam hal pengelolaan proyek. Dalam hal ini menjadi tanggung jawab lembaga pengelola dana dalam melakukan pendampingan terhadap pemingkatan kapasitas mitra dalam pengelolaan proyek, termasuk perancangan proyek dan implementasinya.?
3) Peningkatan kapasitas mitra dalam hal penggalangan sumber daya. Lembaga pengelola dana diberi amanat untuk meningkatkan kapasitas mitra dalam penggalangan dana, tidak hanya kemampuan teknis, tetapi juga akses kepada sumber pendanaan.?
4) Pendampingan kepada mitra dalam menyusun Exit Strategy. Untuk memastikan keberkanjutan proyek, lembaga pengelola dana perlu melakukan pendampingan terhadap mitra dalam menyusun dan mengembangan exit strategy. Exit strategy memuat strategi dan teknis mitra dalam melanjutkan proyek paska pendanaan dari lembaga pengelola dana.

Topik ini kemudian menjadi pertimbangan anggota Conservation Finance Alliance (CFA) untuk dimasukkan ke dalam Conservation Trust Fund Standards yang sedang dalam tahap finalisasi. Panduan bagi lembaga dana dalam membangun Keberlanjutan kegiatan konservasi di tingkat lokal akan dimasukkan ke dalam dokumen ini. Dijadwalkan, panduan ini akan tersedia bagi umum di bulan Mei 2014.

4. Pengelolaan kawasan konservasi dan konservasi keanekaragaman hayati secara terintegrasi dan akses bagi pengunjung kawasan konservasi.
SINAC

SINAC merupakan Sistem Nasional Pengelolaan Kawasan Konservasi di Costa Rica, di bawah kementerian Lingkungan Hidup dan Energi. SINAC mengoordinasikan pengelolaan kawasan konservasi di Kosta Rika. Pendanaan pengelolaan kawasan konservasi diperoleh dari pendapatan dari pariwisata yang cukup tinggi (tiket masuk dikenakan sebesar USD 10 per orang). Pendapatan yang diterima kemudian dikelola dan disisihkan pula untuk pengelolaan kawasan konservasi di tempat lain. Yang menarik, kawsan Taman Nasional Manoel San Antonio, memperoleh pendapatan yang sangat tinggi, dengan rata-rata 250,000 kunjungan per tahun.  Dana yang terkumpul dapat dikumpulkan untuk membiayai kawasan konservasi lain.

Taman Nasional Manoel Antonio
Taman Nasional ini menjadi contoh dalam pengelolaan kawasan konservasi secara terintegrasi. Dengan perolehan pandapatan dari wisata sebesar USD 2, 5 juta per tahun, TN ini menjadi penyumbang terbesar bagi pemerintah Kosta Rika (yang dikelola oleh SINAC) untuk mendanai berbagai kegiatan konservasi di Kosta Rika.

Taman Nasional Carara
Taman Nasional Carara menyediakan akses bagi penyandang cacat, khususnya tunanetra dan mereka yang tidak bisa berjalan. Pengelola Taman Nasional Carara melakukan hal-hal berikut:
1)  Menyediakan jalur/trek yang dapat digunakan oleh penyandang cacat. Trek tersebut berupa jalur beton yang dirancang ramah bagi penyandang cacat, termasuk tanda baca/rambu yang dilengkapi dengan huruf braile.
2)  Menyediakan kursi roda bagi mereka yang tidak mampu berjalan
3)  Menyediakan Ipod yang dirancang khusus bagi tunanetra.

5. Perlunya jaringan/asosiasi lembaga pengelola dana di tingkat ASEAN. Ide untuk membentuk jaringan atau asosiasi serupa RedLAC telah bergulir sejak pertemuan TFCA/EAI di Suriname.  Sampai saat ini tengah dijajaki kerjasama dengan beberapa lembaga pengelola dana di Asia dan ASEAN Center for Biodiversity (ACB).

Di sela pertemuan RedLAC, beberapa orang perwakilan dari CFA, EFEME, RedLAC, dan USAID, mendiskusikan kemungkinan pendanaan untuk inisiasi pembentukan jaringan lembaga pengelola dana di Asia. Dari pertemuan tersebut KEHATI dan PTFCF diminta untuk mengambil peran untuk memulai proses tersebut. Direncanakan pertemuan akan diselenggarakan tahun 2014 di Jakarta atau di Manila untuk menyusun draft formulasi jaringan lembaga pengelola dana di tingkat ASEAN.

SHARE:
Berita lainnya