...

22 Oktober 2020

Mendekati Masyarakat, Melestarikan Koridor

Dalam program TFCA-Sumatera, Konsorsium Sahabat menawarkan suatu prakarsa untuk menghijaukan jalur penghubung (koridor) antara Hutan Batang Toru dan hutan di Taman Nasional Batang Gadis.  Ada banyak tantangan baik teknis maupun non teknis yang menghadang di sepanjang proses pengerjaan program, namun hal tersebut tidak mematahkan keyakinan untuk meraih tujuan yang ditetapkan dalam program.

Dalam salah satu komponen program yang terkait  dengan restorasi, setidaknya ada 2 hal pokok yang ingin dicapai, yaitu: 1) Memulihkan 2 kawasan koridor seluas 1099 hektar di Hutaimbaru dan Lobu Pining melalui skema rehabilitasi lahan; dan 2) Memperkuat pengelolaan dan merehabilitasi 6 kawasan harangan desa sebagai penyangga kawasan habitat inti.

Petra menghadapai tantangan yang cukup sulit untuk menyelesaikan target ini, namun sekaligus dirasakan sebagai hal yang  menarik yangmenambah wawasan dan pengalaman dalam kerja-kerja konservasi.    Penentangan dan kecurigaan dari masyarakat merupakan situasi yang harus dihadapi para staf di lapangan. Proses paling sulit terutama terjadi ketika mensosialisasikan rencana rehabilitasi Koridor. Konsep ini masih merupakan hal baru bagi masyarakat desa.  Apalagi prioritas pengembangannya adalah “demi” keberlangsungan kehidupan satwa seperti orangutan (Pongo abelii). Para staf lapangan PETRA  harus mengembangkan beberapa strategi agar konsep koridor dapat dipahami.

Akhirnya setelah menemui berbagai proses yang cukup berat dan panjang, masyarakat desa mendukung secara penuh program ini. Beberapa strategi atau entry point yang digunakan para staf di lapangan seperti penggunaan perspektif “Air dan Agama” yang dilakukan dengan pendekatan “live in” sehingga dukungan dapat diberikan oleh masyarakat.  Sosialisasi yang terus menerus dilakukan  adalah upaya penyatuan pemahaman dan persepsi masyarakat tentang konsep koridor. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program maka konsep koridor yang dipahami bersama dengan masyarakat adalah jalur penghubung lintasan antara dua blok hutan yang terpisah, misalnya antara  Blok Hutan Batang Toru Barat – Blok Hutan Dolok Ginjang di Lobu Pining Desa Dolok Nauli Kecamatan Adian Koting  dan antara Blok Hutan Batang Toru Barat dengan Hutan Batang Toru Timur yang merupakan perlintasan satwa  terutama orangutan Sumatera.

Rumitnya proses yang terjadi dan adanya rentang kendali jarak yang cukup jauh antar lokasi koridor menyebabkan capaian target  pengembangan koridor menjadi agak terkendala. Namun harus diakui penyempurnaan capaian 1 Koridor di Dusun Lobu Pining 1, Desa Dolok Nauli, Kecamatan Adian Koting, Tapanuli Utara ini diakui merupakan capaian luar biasa. PETRA menjadi semakin yakin bahwa pencapaian kegiatan serupa di koridor lainnya akan tercapai setelah kurang lebih 2 tahun  program berjalan.

Koridor Lobu Pining yang menghubungkan Blok Hutan Batang Toru Barat dengan Blok Hutan Dolok Ginjang merupakan kawasan kelola masyarakat desa. Bentuk-bentuk pengelolaan yang dilakukan adalah pengembangan hasil usaha perkebunan dengan pola agroforestry. Salah satu jenis tanaman unggulan dan menjadi sumber penghidupan di kawasan koridor tersebut adalah kemenyan. Terdapat dua jenis kemenyan, yakni Kemenyan Toba  (Styrax sumatrana) dan Kemenyan Durame (Styrax benzoin). Setiap petani akan memperoleh produksi getah kemenyan rata-rata 40 kilo gram dalam setiap 3 bulan. Harga saat ini untuk 1 kilo gram kemenyan kering Rp. 60.000 di tingkat petani. Para agen menjual kemenyan ke Pulau Jawa dan mengekspor ke Singapura, Malaysia dan Eropa untuk diproses sebagai bahan baku pembuatan parfum, rokok, ritual keagamaan dan obat-obatan (Fernandes, 2004a, 2004b). Selain kemenyan, tanaman lain yang dapat memberi kontribusi ekonomi kepada masyarakat di sekitar Lobu Pining adalah karet dan coklat.

Dalam sudut pandang konservasi orangutan, kemenyan bukan salah satu jenis yang direkomendasikan oleh para ilmuwan primate sebagai sumber pakan. Karena itu, ketika dilakukan proses musyawarah desa untuk rehabilitasi koridor, masyarakat menentukan beberapa jenis lain untuk pengkayaan yang juga dapat bermanfaat secara ekologi, ekonomi dan social. Proses musyawarah ini dilakukan dengan menggunakan metode Perencanaan Konservasi Partisipatif. Beberapa jenis tanaman bernilai social forestry tersebut adalah: durian (Durio zibethinus), rambutan (Nephelium lappaceum), cempedak (Artocarpus integer), asam kandis (Garcinia), petai (Parkia speciosa hassk), aren (Arenga pinnata), dan beringin (Ficus benjamina).

SHARE:
Berita lainnya