...

22 Oktober 2020

Menyelamatkan Suaka Margasatwa Rawa Singkil dari Kerusakan

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat luar biasa dan kawasan ini juga mendukung keanekaragaman spesies primata yang endemis dan tercatat memiliki kepadatan tertinggi di dunia dari populasi orangutan yang terancam, serta terdapat pula populasi harimau dan gajah didalamnya.  Saat ini KEL rawan terhadap deforestasi dan kerusakan habitat yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain  diakibatkan oleh illegal logging, perambahan, pembukaan kawasan hutan menjadi perkebunan (HGU), perburuan liar, pertambangan, jalan dan pemukiman serta  masalah pendapatan masyarakat lokal yang terbatas.

Yayasan Leuser Internasional (YLI) dengan dukungan pendanaan dari TFCA-Sumatera melakukan kegiatan penyelamatan kawasan di beberapa lokasi yaitu di Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam yang secara keseluruhan berada di dalam  KEL. Suaka Margasatwa Rawa Singkil seluas 102.500 ha yang berada di dalam KEL merupakan salah satu hutan rawa gambut yang masih tersisa di dunia yang perlu dipertahankan. Kawasan hutan ini rawan mengalami kerusakan dan membutuhkan perlindungan secara berkelanjutan, juga menyimpan banyak mamalia, tumbuhan, burung, spesies ikan dan banyak jenis reptil yang langka dan terancam, serta penting untuk memelihara berbagai jasa-jasa lingkungan.

Sejak ditunjuk sebagai kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil tahun 1997 dengan surat keputusan Menteri kehutanan No. 166/kpts-II/1997 Suaka Margasatwa rawa Singkil belum pernah dilakukan penataan batasnya secara menyeluruh. Pada tahun 2002 Yayasan Leuser Internasional (YLI) dengan program Unit Management  Leuser (UML) telah memfasilitasi pemasangan tanda batas kawasan SM-RS bekerjasama dengan BKSDA Aceh sepanjang 70 km, namun akibat konflik yang  berkepanjangan di Aceh pada masa itu pemasangan tanda batas tersebut tidak dapat dilakukan dengan sempurna sehingga sering menimbulkan pelanggaran sampai terjadinya konflik antara masyarakat lokal dengan kawasan tersebut.

Selain kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang sudah mulai mengalami kerusakan, koridor satwa yang menghubungkan hutan-hutan di berbagai kabupaten di seluruh Aceh juga telah terputus yang disebabkan oleh pembukaan jalan, penebangan dan deforestasi untuk konversi dengan tujuan pertanian atau perkebunan kelapa sawit dan karet serta pemukiman.

Saat ini koridor satwa yang tersisa ada di sebelah selatan dari KEL diantara Desa Naca dan Desa Ie Jeurneh, Kecamatan Trumon Timur Kabupaten Aceh Selatan tepatnya berada di sisi kanan kiri jalan yang menghubungkan antara Kodya Subulussalam dan Kabupaten Aceh Selatan. Koridor sepanjang 2,0 km (2.700 ha) ini merupakan lintasan migrasi satwa dari Singkil ke Aceh Selatan dan Aceh Tenggara (Bengkung). Koridor satwa ini mengalami ancaman berat dari perambahan karena kawasan ini sangat berdekatan dengan pemukiman penduduk.  Akar penyebab utama ancaman terhadap kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil dan koridor satwa Singkil Bengkung adalah kesenjangan sosial ekonomi masyarakat dan kebijakan publik yang kurang tepat serta penegakan hukum yang kurang maksimal.

Kegiatan proyek ini akan berupaya untuk memberikan peluang yang lebih besar kepada masyarakat lokal untuk berpartispasi dalam perlindungan dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Dengan terjaminnya status lahan yang dimiliki oleh masyarakat, maka akan mengurangi konflik antara masyarakat lokal dan pemerintah, dimana akan memberikan pengaruh positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat lokal.

SHARE:
Berita lainnya